Mask {Part 12}

~MASK PART 12~

“Bahkan dalam kebohongan waktu berjalan tanpa terasa”

~**~

Mereka berbaring mengira jika satu sama lain sudah terlelap tidur, waktu hampir menunjukkan pukul dua belas malam namun mereka tetap terjaga. Menghabiskan waktu dengan memandangi langit-langit kamar, seandainya saja bintang diluar sana sebanyak bintang yang mucul di langit kamar saat ini pasti akan menyenangkan rasanya.

Soo-Jin hanya ingin menghabiskan waktu yang tersisi untuk bisa menikmati langit-langit yang indah itu lebih lama lagi. Saat dia sudah kembali ke kehidupan normalnya maka dia akan merindukan kamar ini. Dia akan merindukan rumah ini, merindukan semua yang ada disini dan mungkin dia juga akan merindukan Cho Kyu-Hyun.

Soo-Jin menoleh mendapati Kyu-Hyun yang masih terjaga sama sepertinya.

“Kau belum tidur?” Pertanyaan Soo-Jin membuat Kyu-Hyun berpaling menatapnya.

“Kenapa kau belum tidur?” Pertanyaan yang sama yang Kyu-Hyun lontarkan.

“Belum mengantuk” Jawab Soo-Jin. “Kau juga?” Kyu-Hyun mengangguk. Keduanya kembali berpaling menatap langit kamar.

“Kau sedang memikirkan sesuatu?” Tanya Kyu-Hyun.

“Eum”

“Apa yang kau pikirkan?”

“Tentang hidup menjadi orang lain. Jika Tuhan memberikanmu pilihan untuk hidup menjadi orang lain, siapa yang akan kau pilih?”

“Pertanyaan yang sulit” Keluh Kyu-Hyun. “Lalu kau sendiri siapa yang akan kau pilih?”

Soo-Jin tersenyum kecil. Sebaliknya pertanyaan ini sangat mudah untuk dia jawab. “Aku tidak akan memilih siapapun. Aku akan katakan pada Tuhan jika dia tidak perlu memberiku pilihan karena aku tetap ingin menjadi diriku sendiri”

“Kau akan melewatkan penawaran sebagus itu? Kau bisa menjadi bintang hollywood jika kau mau” Canda Kyu-Hyun tanpa tawa.

Soo-Jin menggeleng. “Konyol! Sekalipun menjadi bintang hollywood apa itu bisa memastikan aku akan bahagia?” Kyu-Hyun bergeming. “Aku akan menjadi orang lain lalu bagaimana aku bisa bahagia?” Katanya lirih. Semakin membungkam Kyu-Hyun. Jujur saja apa yang gadis itu pikirkan tidak terpikirkan olehnya. Yang pertama kali terlintas dibenaknya akan menyenangkan jika bisa hidup menjadi orang lain tapi jawaban gadis itu menyadarkannya atas kekeliruannya itu.

“Sebelumnya aku sering mengeluh tentang hidupku ini. Seandainya aku menjadi dia pasti aku akan lebih bahagia. Hidupku akan jauh lebih mudah jika menjadi dia. Dia terlihat bahagia jadi jika aku jadi dia aku juga akan bahagia. Tapi aku salah! Menjadi orang lain membuatmu tidak akan pernah merasa bahagia karena tidak ada yang menjadi milikmu.” Apapun yang didapatkan bukanlah miliknya, apapun yang dia rasakan tidak seharusnya dia rasakan. Sebenarnya hidup menjadi orang lain itu jauh lebih buruk.

“Hal yang akan membuatmu merindukan dirimu sendiri. Meski kadang hidup menyulitkanmu tapi setidaknya kau hidup untuk dirimu sendiri, bukan untuk orang lain”

Mungkin dirinya ini kurang menghargai hidup dan sekarang hidup memberikannya pelajaran yang sangat berharga. Jangan berpikir untuk menjadi orang lain karena yang terbaik adalah menjadi diri sendiri.

Soo-Jin menoleh tiba-tiba, menyadari seorang Cho Kyu-Hyun tertegun menatapnya. “Cho Kyu-Hyun kau ingat aku pernah bertanya tentang sebesar apa hatimu itu?”

“Kau bilang hatimu tidak besar tapi sebaliknya aku percaya jika hatimu itu begitu besar” hingga kau akan tetap berdiri tegak meski dengan banyak luka. Batin Soo-Jin melanjutkan. Dia tersenyum tipis, memandang Kyu-Hyun selama yang dia inginkan.

“Mianhae… Cho Kyu-Hyun mianhae….”

“Selamat malam, Cho Kyu-Hyun…” Ucapnya lalu membalikkan tubuhnya membelakangi Kyu-Hyun setelah puas memandangi pria itu. Untuk saat ini kata maaf belum bisa dia ucapkan dan selamat malam jauh lebih mudah untuk dia ucapkan.

Selama ini belum pernah sekalipun dia mengucapkan selamat malam untuk Kyu-Hyun, setidaknya dia harus mengucapkan selamat malam untuk pertama dan terakhir kalinya bukan?.


Kyu-Hyun membuka matanya yang sedari tadi tidak bisa terpejam barang sesaat saja. Dia mencoba menutup matanya kembali namun menyerah dan akhirnya membuka matanya. Melihat langit-langit kamarnya sesaat lalu melirik Soo-Jin yang sudah tertidur pulas disampingnya.

Kyu-Hyun membalikkan tubuhnya mengahadap Soo-Jin, meletakkan tangannya dibawah kepala sebagai bantalan. Entah kenapa saat kedua mata almond itu terbuka dia tidak bisa menatap wajah gadis itu langsung, berbanding ketika gadis itu sedang tidur. Seperti saat ini, menatap lekat wajah itu dan mencoba mencari jawaban mengapa hal semudah itu tidak bisa dia lakukan lagi setelah mata itu terbuka.

SIGH~

“Gelang kaki milik Soo-Jin~Ssi”

~

“Sebenarnya ada yang membuatku ragu. Gelang ini ditemukan tersangkut di sepatu Sae-Jin, sepatu itu aku temukan di dekat pegal gas. Bagaimana bisa gelang Soo-Jin tersangkut di sepatu Sae-Jin?”

~

“Kalian hanya mengenali mereka dari pakaian yang mereka kenakan bukan?”

~

“Kenapa kau berdiri disini? Dibawah hujan?”

~

“Aku suka”

~

“Jika seseorang melakukan begitu banyak kesalahan apa kau bisa memaafkannya?”

~

“Penghianatan?”

~

“Kebohongan?”

~

“Kau tahu dia menikah dengan pewaris tunggal Cho Company”

~

“Aku tidak tahu harus menyebutnya beruntung atau apa. Dia bahkan mengencani kedua pria dari keluarga itu dan menikahi pewaris tunggalnya”

~

“Saat aku masih bekerja di organisasi Sekwan, ada gosip yang beredar jika dia berkencan dengan putra tertua dari keluarga Cho”

~

“Tapi ada satu hal yang bisa membuatku pergi darimu. Saat takdir berkata, saatnya untukmu pergi dari sisi Cho Kyu-Hyun”

~

“Aku akan menjadi orang lain lalu bagaimana aku bisa bahagia?”

Kyu-Hyun memejamkan matanya kuat-kuat. Semua kata-kata itu berputar menjadi satu. Dia menengakkan tubuhnya, bersandar di kepala ranjang sembari melirik sesaat Soo-Jin yang tidur dengan pulas disampinya itu.

Kyu-Hyun beranjak dari ranjangnya dengan perlahan, tidak ingin membuat gerakan yang bisa membangunkan gadis itu dan membawa serta ponselnya bersamanya. Dia masuk ke dalam kamar mandi dan langsung membasuh wajahnya. Sesaat Kyu-Hyun memperhatikan dirinya lewat pantulan cermin, melirik ponselnya beberapa kali. Apa ini benar atau tidak? Haruskah dia melakukan hal ini? Apa dengan melakukan hal ini keraguan dihatinya akan menghilang? Ataukah akan menjawab keraguan yang timbul? Ada perdebatan antara dia dan hatinya.

Kyu-Hyun menghela nafas -menyerah- menarik ponselnya dan segera menghubungi seseorang. Entah seseorang itu akan menjawab panggilannya atau tidak dijam semalam ini.

Kyu-Hyun menunggu beberapa saat, antara harus menunggu untuk mendengar suara operator atau suara serak diseberang sana.

“Ye…”

“Hyung. Aku butuh bantuanmu”

Sementara disebarang sana, orang yang tengah Kyu-Hyun hubungi, matanya perlahan terbuka dengan rasa kantuk yang perlahan memudar.

“Bantuan? Bantuan apa?” Jawab Jung-Soo dengan suara seraknya, nada suara Kyu-Hyun yang terdengar serius membuat rasa kantuknya berkurang.

“Mwo?”

Jung-Soo berpikir sejenak, tentang apa yang sedang Kyu-Hyun pikirkan saat ini. Jelas ada sesuatu yang sedang ingin Kyu-Hyun pastikan.

“Arraseo. Akan aku dapatkan untukmu”

“Ne…”

Dia rasa, dia dan Kyu-Hyun memiliki tugas yang berbeda namun dengan tujuan yang sama.

Kyu-Hyun menyandarkan tubuhnya dipinggiran wastafel. Menatap lantai dengan mata kosongnya. Apa yang kau lakukan ini sudah benar Cho Kyu-Hyun. Batinnya terus mengingatkan.


Pagi itu seperti pagi biasanya dimana Soo-Jin bangun setelah Kyu-Hyun bangun. Saat Kyu-Hyun tengah membersihkan diri, dia turun untuk ke dapur, membuatkan Kyu-Hyun secangkir teh. Dia pikir teh sangat bagus dipagi hari. Hal itu menarik perhatian bibi Min, sejak menikah baru kali ini Soo-Jin membuatkan Kyu-Hyun teh setelah sebelumnya membuatkan sarapan yang gagal.

Soo-Jin kembali ke kamar tepat saat Kyu-Hyun selesai mandi.

“Apa yang kau bawa?” Tanya Kyu-Hyun berjalan menghampirinyabsebelum menuju ruang pakaian. Hanya dengan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya dan rambut basahnya. Pemandangan yang selalu dia nikmati di pagi hari dengan kata lain dia sudah terbiasa dengan itu.

“Teh untukmu. Aku pikir teh sangat bagus di pagi hari”

Kyu-Hyun mengambil cangkir tehnya dari tangan Soo-Jin, membauinya lebih dulu. “Teh jahe” Katanya lalu mencicipi teh itu.

“Tidak burukkan?” Tanya Soo-Jin sedikit takut kalau-kalau teh buatannya sama hancurnya dengan makanan waktu itu.

“Ini enak” Kyu-Hyun tersenyum simpul. Kembali menyeruput tehnya dan menghabiskannya tanpa sisi. “Omong-omong apa yang membuatmu tiba-tiba membuatkanku teh?”

“Aku hanya ingin saja” Soo-Jin meminta cangkir yang sudah kosong itu. “Omong-omong apa kau tidak ingin memakai pakaianmu?”

Kyu-Hyun seolah tersadar dan langsung menuju ruang pakaian. Mata Soo-Jin mengikuti Kyu-Hyun hingga masuk ke dalam. Kyu-Hyun mengambil satu kemeja berwarna putih namun Soo-Jin langsung menghentikannya.

“Pakai saja kemeja warna biru. Aku tahu kau terlihat tampan memakai kemeja putih tapi sesekali pakailah kemeja yang berwarna”

Kyu-Hyun kembali menggantung kemeja putihnya, tangannya bergeser untuk mengambil kemeja warna biru. Gerakan tangan Kyu-Hyun yang ingin melepas handuknya membuat Soo-Jin dengan cepat membalikan tubuhnya.

Dia menunggu beberapa saat sebelum membalikkan tubuhnya kembali dan berjalan menuju ruang itu, bukan untuk menghampiri Kyu-Hyun melainkan untuk menuju laci yang menyimpan dasi Kyu-Hyun. Dia memilih satu dasi yang dia pikir cocok dengan kemeja Kyu-Hyun.

“Pakai yang ini saja”

“Kau tidak biasanya seperti ini”

Soo-Jin hanya menanggapinya dengan senyum kecil. Dia memasangkan dasi Kyu-Hyun tanpa banyak bicara. Dia juga memilihkan jas yang akan Kyu-Hyun kenakan dan membantu Kyu-Hyun memakainya.

Soo-Jin melihat penampilan Kyu-Hyun dari bawah hingga atas. Jika dipikir-pikir ini pertama kalinya dia menjalankan perannya sebagai “istri” yang membuatkan teh, memilihkan kemeja, memilihkan dasi dan membantunya memakai jas. Untuk yang pertama dan tentu saja yang terakhir kalinya.

Kyu-Hyun keluar menuju kaca setinggi tubuhnya di dekat meja rias Soo-Jin, menelisik penampilannya sendiri sembari menyisir rambutnya. Soo-Jin bersandar di kusen pintu melihat apa yang Kyu-Hyun lalukan. Matanya beralih jauh ke depan sana, pada pepohonan yang menyisahkan rantingnya. Soo-Jin teringat akan sesuatu, berjalan menuju lemarinya dan mengambil satu-satunya barang miliknya yang tergantung diantara pakaian Sae-Jin.

Soo-Jin menghampiri Kyu-Hyun, berdiri beberapa langkah dibelakang Kyu-Hyun. Dia bisa melihat pantulan dirinya di cermin yang sama dengan Kyu-Hyun. Soo-Jin membalikkan tubuh Kyu-Hyun.

“Aku tidak tahu sedingin apa diluar sana tapi pakailah syal ini agar kau tidak flu” Soo-Jin melilitkan syal miliknta ke leher Kyu-Hyun. Syal yang dia pakai saat datang ke korea. Sudah mendekati akhir musim gugur, udara bertambah dingin dan hanya menunggu kapan salju pertama akan turun.

Soo-Jin tersenyum puas melihat bagaimana syal itu terlihat cocok Kyu-Hyun pakai, serasi dengan kemeja yang dia gunakan. Soo-Jin mengangumi bagaimana Kyu-Hyun terlihat tampan pagi ini. Sebenarnya pria itu selalu tampan hanya saja pagi ini jauh lebih tampan. Tatapan Soo-Jin naik ke mata Kyu-Hyun.

“Bisakah seperti ini…” Gumamnya seperti berbisik.

“Ye?”

“Berdiri didepanku dan dengarkan penjelasanku” Kembali dia bergumam seperti berbisik.

“Kau mengatakan sesuatu?”

“Kau terlihat tampan”

Bisa dikatakan dia pengecut lebih tepatnya takut. Dia takut untuk mengatakannya, lebih takut saat Kyu-Hyun menanyakan maksud ucapannya.

Kyu-Hyun tersenyum sebagai ucapakan terima kasih. “Aku harus pergi sekarang” Kyu-Hyun mengusap puncak kepala Soo-Jin dan berlalu pergi begitu saja. Raut wajah Soo-Jin seketika berubah, ada kebiasaan Kyu-Hyun dipagi hari yang akhir-akhir ini selalu terlewatkan.

“Kyu-Hyun~ah” Panggil Soo-Jin. Keduanya berbalik bersamaan. “Fighting!!” Katanya dengan kedua tangan terkepal menyemangati.

Kyu-Hyun tersenyum kecil sebelum kembali berbalik. Saat berbalik senyum itu memudar dengan raut wajah yang juga berubah. Dari wajahnya terlihat seperti Kyu-Hyun merasa bersalah.


Hae-Jun, pria itu tengah tersenyum dengan menikmati pagi-pagi terakhirnya di Seoul. Dengan kedua tangan yang terlentang dikepala sofa dan kaki yang dia letakkan diatas meja pria itu tersenyum tanpa alasan. Tapi lebih tepatnya dia memiliki sejuta alasan untuk bisa tersenyum dengan sepuas-puasnya.

Dia mengangkat ponselnya yang bergetar.

“Bagaimana? Kau sudah mendapatkan tiketnya untuk besok? Aku ingin penerbangan pertama. Eoh…”

Kepulangannya ke Korea benar-benar membawa keberuntungan untuknya. Hae-Jun mengambil botol wine yang tergelatak diatas meja. Dia meneguk langsung anggur merah itu dari botolnya tanpa membutuhkan cangkir lagi.

Baginya tidak masalah dia tidak mendapatkan perusahaan utama yang terpenting rahasianya aman, tersimpan bersama jasadnya Sae-Jin. Dan Han Soo-Jin itu, entah bagaimana dia akan menghadapi dunia. Saat memilih bertahan sebagai Sae-Jin maka dia memilih neraka tapi jika dia memilih untuk mengungkapkan jati dirinya, dia juga akan tetap memilih neraka yang lainnya. Dan nereka lainnya itu berisi kehancuran Kyu-Hyun, sesuatu yang sangat  dia nantikan.

Cho Kyu-Hyun, ayah dan ibu tirinya, tiga orang yang sangat ingin dia hancurkan. Dan Han Soo-Jin orang yang membantunya mewujudkan keinginannya itu. Han Soo-Jin akan dia anggap sebagai malaikat yang Tuhan kirim untuknya. Hae-Jun tersenyum, semakin lebar dan tertawa pada akhirnya. Memikirkannya saja sudah membuatnya begitu senang dan dia tidak sabar untuk menunggu hari itu tiba.


Kyu-Hyun menghentikan mobilnya disisi jalan. Alih-alih untuk ke kantor dia terduduk lama di dalam mobilnya yang ada disisi jalan raya. Kyu-Hyun melepaskan syal yang Soo-Jin pasangkan juga dasi yang seperti mencekik lehernya itu. Dia membuka kerah kemeja yang tak kalah mencekiknya. Dia membohongi Soo-Jin dengan mengatakan jika dia akan ke kantor. Hari ini dia tidak akan bekerja, ada sesuatu yang harus dia cari tahu dan pastikan.

Sejak hari itu, dia selalu menghindari jalan ini, dan lebih memilih menggunakan jalan lain sebagai alternatif. Tapi hari ini dia harus mendatangi tempat ini. Jalan ini jalan dimana Han Soo-Jin dan Han Sae-Jin meregang nyawanya. Kyu-Hyun menghela nafas beratnya, membuka sabuk pengaman lalu keluar dari mobil.

Kyu-Hyun berdiri disisi trotoar jalan. Menatap nanar simpang empat lampu merah di depan sana. Dia seperti membayangkan bagaimana mobil sedan merah Sae-Jin melintas didepannya, berhenti ketika lampu berganti merah. Tanpa keduanya sadari ada sebuah truk yang melintas dilampu merah di seberang mereka. Truk yang tanpa ampun menyeret mobil kecil itu hingga beberapa meter sebelum membanting stir dan membuat kedua mobil terbalik berlawanan arah. Sementara mobil truk sudah terguling mobil sedan itu berguling beberapa kali sebelum akhirnya terguling dengan keadaan terbalik.

Kekacauan yang terjadi seolah baru saja terjadi di depan matanya. Dia bisa melihat kejadian mengerikan seperti apa yang terjadi ditengah-tengah jalan raya. Kyu-Hyun menyeberangi jalan, mendatangi tepat dimana mobil itu terbalik dan tak lama terbakar. Tidak terlihat jika tempat yang kini dia pijak pernah menjadi saksi bagaimana dua gadis itu meregang nyawa. Hanya terlihat bekas yang menghitam di aspal jalan, seperti bekas terbakar.

Tapi tujuan yang sesungguhnya bukanlah ke tempat ini, melainkan ke suatu tempat dimana semua ini berawal.


Sebuah mobil putih memasuki kawasan kumuh, sempit dan berhenti di depan halaman sebuah gedung tua yang tak terpakai lagi. Dia, Park Jung-Soo dengan tenang keluar dari mobilnya dengan kantung plastik putih ditangannya. Sebelum masuk ke gedung tua itu dia melihat sekelilingnya lebih dulu, hanya untuk memastikan jika tidak ada orang disekitar sana. Jika boleh jujur tidak ada orang yang akan tinggal di gedung tua yang lembab dan bau seperti ini, itu merupakan pemikiran orang kebanyakan.

Jung-Soo naik menuju lantai dua, tak sampai disitu dia kembali naik ke lantai tiga, berbelok lalu berjalan lurus. Berhenti tepat di depan sebuah ruangan, ada sebuah pintu kayu yang dia ketuk menggunakan ujung sepatunya.

Tanpa menunggu dipersilahkan masuk dia membuka pintu tersebut agak kasar, mengejutkan orang didalamnya.

“Sialan kau! Uhuk.. uhuk..” Umpat pria dibalik meja komputer yang tersedak saat sedang menyesap ramennya.

Jung-Soo mendesis, ruangan di dalam sini jauh lebih pengap dari pada yang diluar. Dia mengusap hidungnya mencium berbagai macam bau tidak sedap.

Kalian ingin tahu ruangan apa itu? Seperti sebuah rumah kamar.. tidak, seperti sebuah kantor.. tidak juga. Seperti sebuah tempat yang dimana kau tidur dan bekerja ditempat yang sama. Berantakan, kotor, dan tentu saja jorok. Yang ada dipikirannya saat ini ialah tempat ini tidak pantas disebut sebagai tempat tinggal manusia, bahkan hewan sekalipun.

“Kau, apa tidak bisa mencari tempat tinggal lain? Lihatlah tempat ini. Gudang saja lebih rapi dari tempat ini!”

Sementara orang yang disindirnya sama sekali tidak mengidahkan perkataannya, Jung-Soo menarik kursi untuk duduk di dekat pria itu. Menatap miris pria dihadapannya ini melihat bagaimana dia menikmati semangkuk ramen seperti tengah menikmati daging sapi diatas pemanggang.

“Kau ini, seperti tidak punya uang saja untuk membeli daging”

“Hyung, ramen adalah makanan terbaik yang pernah ada” Jawabnya sebelum menyuap ramen terakhinya.

Jung-Soo memberikan kantung plastik yang dia bawa kehadapan pria itu. Dengan harapan yang besar pria itu segera membuka plastik pemberian Jung-Soo.

“Hyung kau memang yang terbaik!!” Katanya dengan senyum lebar yang membuat matanya menghilang. Perhatiannya kini tertuju pada ayam goreng dan bir pemberian Jung-Soo. Bir dan ayam goreng adalah dua hal terbaik.

“Ji-Seok~ah aku butuh bantuanmu” Ucap Jung-Soo tanpa ingin berbasa-basi.

“Mwoya?”

Jung-Soo meletakkan sebuah USB diatas meja Ji-Seok. “Kau bisa bukan memulihkan rekaman yang sudah diretas?” Dia menatap pria bernama Ji-Seok itu lekat-lekat, berharap sebuah anggukan akan didapatkannya.

Ji-Seok, dia seorang hacker. Pertemuan mereka terjadi saat pria itu ditangkap dan dipenjara selama satu bulan. Hacker bukanlah pekerjaan yang legal melainkan pekerjaan yang ilegal. Dia meretas sebuah web perusahaan yang mengakibatkan perusahaan tersebut mengalami kerugian yang cukup besar.

Mereka akhirnya berteman dari Ji-Seok bebas dan terus berlanjut hingga saat ini. Tidak jarang Jung-Soo meminta bantuan Ji-Seok untuk mempermudah pekerjaannya, meski dia tahu apa yang dia lakukan ini ilegal.

“Aku ingin kau memulihkan rekaman cctv yang diretas. Kau bisa?”

Ji-Seok mengangguk. “Tapi butuh waktu yang tidak sebentar.”

“Berapa lama?”

“Tergantung seberapa kuat server yang meretas. Kau tau sendiri tidak mudah untuk menembus suatu server semakin tinggi pengamanannya maka—”

“Arraseo… arraseo… lakukan sebaik yang kau bisa. Aku sungguh membutuhkannya” Jung-Soo beranjak, ada dua alasan mengapa dia harus segera pergi. Pertama, pekerjaannya sudah menunggunya dan yang kedua dia bisa mati sesak nafas jika bertahan lebih lama lagi diruangan ini.

“Apa ini kasus yang penting?”

“Eoh”

“Akan aku lakukan yang terbaik untukmu hyung!” Kata Ji-Seok dengan mulut berisi ayam.

“Gomawo” Jung-Soo menepuk pundak Ji-Soek.

“Hyung” Panggil Ji-Soek menghentikan langkah Jung-Soo. “Terima kasih untuk ayam dan birnya”

Junh-Soo mengangguk. “Carilah tempat yang lebih layak. Aku bisa mati sesak nafas jika disini terlalu lama” Ucapnya seiring berjalan keluar.


Soo-Jin membuka pintu ruang kerja Kyu-Hyun dengan hati-hati. Sebelum masuk dia melihat keadaan sekitar, aman atau tidak untuk dia masuk. Dia bukannya ingin mencuri tapi jantungnya ini berdetak seolah-olah dia akan melakukan sesuatu yang berbahaya saja.

Soo-Jin masuk dan menutup pintunya rapat. Dia menuju meja kerja Kyu-Hyun, mengakses komputer Kyu-Hyun. Dia membutuhkan komputer Kyu-Hyun untuk menjalankan rencananya. Belum juga memulainya hambatan itu sudah datang, Cho Kyu-Hyun memasang kata sandi dikomputernya. Soo-Jin memasukkan tanggal lahir mereka, dia dan Sae-Jin. Teramat yakin jika itulah kata sandinya.

Namun terdapat tanda peringatan dilayar komputer jika kata sandi yang dimasukkan tidak cocok.

“Bukan itu?” Rasanya pria seperti Kyu-Hyun tidak mungkin tidak menggunakan tanggal lahir gadis yang dia cintai sebagai kata sandinya. Soo-Jin berpikir sejenak, kira-kira apa kata sandinya? Adakah hal yang lebih istimewa dari hari ulang tahun Sae-Jin?.

Pernikahan! Hal yang lebih istimewa dari ulang tahun Sae-Jin pastilah hari pernikahan mereka. Saat akan mengetikkan angkanya tangannya mendadak berhenti di udara. Tanggal berapa mereka menikah? Dia bahkan tidak ingat hari dan tanggal berapa mereka menikah.

Soo-Jin mencari sesuatu yang mungkin saja bisa membantunya dan matanya berhenti pada foto pernikahan mereka yang Kyu-Hyun pajang disudut mejanya. Soo-Jin mengambil foto itu, sesaat dia lupa apa yang dicari. Dia lebih tertarik memperhatikan dua orang difoto itu, yang satu tersenyum tulus dan yang satunya memaksakan senyum.

Waktu memang cepat berlalu bukan? Rasanya mimpi buruk itu baru saja datang dan tanpa terasa sudah saatnya dia mengakhiri semuanya. Bahkan dalam kebohongan waktu berjalan tanpa terasa. Soo-Jin menghela nafas beratnya, mengakhiri kesedihannya karena memang kesedihannya ini akan segera berakhir.

Dia kembali mengingat tujuannya mengambil foto tersebut. Soo-Jin membuka bingkai belakang foto, mengeluarkan secarik foto itu. Dibagian belakang terdapat tanggan dimana foto itu dibuat.

“Sepuluh oktober”

Soo-Jin memasukkan digit tanggal dan bulan beserta tahunnya. Dan benar saja kata sandinya terbuka. Foto pernikahan mereka bukan hanya menghiasi kamar dan meja kerja Kyu-Hyun tapi juga dilayar komputer. Tidak ingin kembali memikirkan kesedihannya dia segera menjalankan rencananya. USB yang dia bawa dia pasang ke komputer Kyu-Hyun. Dia tidak ingin Hae-Jun kembali menggagalkan rencanya dan apa yang akan dia lakukan tidak akan terduga oleh Hae-Jun tapi dia yakin Cho Kyu-Hyun akan dengan mudah mengerti maksudnya.

Beruntungnya dia mengerti teknik steganography, sebuah seni menulis pesan tersembunyi. Dia ingin mengambil jalan teraman dengan menyimpan semua buktinya dalam bentuk file yang akan dia sembunyikan dengan teknik tersebut. Cukup lama waktu yang dia butuhkan dibalik komputer Kyu-Hyun hingga konsentrasinya terganggu karena dering ponselnya.

Sebuah nomor yang tidak dia kenal menghubunginya. Meski begitu dia tahu betul siapa pemilik nomor itu.

“Ne?”

“Soal Cho Hae-Jun? Ada apa?”

“Mwo? Dia akan kembali ke New York besok?”

“Kau yakin?”

“Arraseo… terima kasih atas informasinya”

“Sial!!” Umpat Soo-Jin setelah mematikan sambungannya. “Aku bahkan belum memulainya dan dia sudah kembali ke New York!”

Soo-Jin membuang nafas kesalnya berulang kali. “Besok! Hanya tersisa sampai besok! Kau bisa Han Soo-Jin! Kau pasti bisa!” Soo-Jin kembali fokus pada layar komputer, jari-jarinya kembali bergerak dengan cepat. Tidak akan dia biarkan Cho Hae-Jun lolos, tidak akan pernah!


Kini Kyu-Hyun sedang menempuh perjalanan yang cukup jauh. Dimana dia harus pergi ke luar seoul. Dia melewati jalan tol yang sepi, memacu kendarannya tanpa ingin melewati batas, berpangku tangan dengan menempatkan sikunya dipintu mobil.

Dia berusaha keras agar tetap fokus ke jalan, pikirannya ini tidak boleh menyita konsentrasinya dan lagipula perjalanan masih cukup jauh.

***

Kyu-Hyun keluar dari mobil setibanya ditempat tujuannya. Bangunan besar dengan keramaian orang adalah dua hal yang akan kalian temui jika menginjakkan kaki ditempat ini. Dia merasa harus memulainya dari sini. Dari tempat dimana mereka bertemu dari situlah dia harus mulai mencari tahu.

Bandara, Bandara Incheon. Tempat itulah yang sekarang Kyu-Hyun injak. Sae-Jin dan Soo-Jin bertemu setelah sekian lama ditempat ini, sudah seharusnya dia memulai semuanya dari sini.

Kyu-Hyun menuju pusat informasi, entah apa yang mereka bicarakan yang jelas ada perbincangan yang serius hingga petugas yang dia ajak bicara mengantarnya ke suatu tempat. Sebuah ruangan yang hanya boleh dimasuki oleh petugas bandara saja.

Petugas itu memperkenalkan Kyu-Hyun dengan petugas lainnya, lalu meninggalkan keduanya untuk kembali kepekerjaannya.

Perbincangan serius kembali terjadi antara Kyu-Hyun dan petugas itu, diruang yang dimana diisi dengan banyak monitor ada empat orang petugas yang sedang bertugas. Ruang itu tak lain ruang CCTV bandara, ada begitu banyak CCTV di tempat ini dan mereka (Soo-Jin dan Sae-Jin) tidak mungkin tidak terekam CCTV bukan?

Petugas itu mengarahkannya pada satu monitor. Mencari data rekaman dihari dan tanggal kedatangan Soo-Jin, hari yang sama saat kecelakaan itu terjadi. Mereka mulai dengan CCTV dipintu kedatangan Internasional.

“Itu” Tunjuk Kyu-Hyun pada seorang gadis yang baru muncul dimonitor. Sae-Jin terlihat menunggu dengan sabar, meski terlihat bosan  berulang kali melihat jam tangannya. Kyu-Hyun meminta rekaman diputar dua kali lebih cepat dan diputar normal saat para penumpang satu persatu keluar. Diantara banyaknya penumpang yang keluar tidak terlihat ada  Soo-Jin disana.

Mata Kyu-Hyun memicing ketika pintu yang kosong terbuka dan gadis dengan tas ransel, celana jeans, baju kaos serta sepatu kets keluar dari sana. Dia menghampiri Sae-Jin yang menyambutnya dengan berkacak pinggang. Entah apa yang mereka bicarakan pada akhirnya mereka berpelukan.

Berpindah ke CCTV lainnya yang merekam keduanya berjalan pergi dengan perbincangan kecil. Langkah keduanya berhenti dengan mengundang kerutan di dahi Kyu-Hyun. Keduanya berhadapan seperti tengah bercermin satu sama lain. Lalu tiba-tiba Sae-Jin menyeret Soo-Jin dengan paksa. Berpindah ke CCTV lainnya dimana Sae-Jin menyeret Soo-Jin ke dalam toilet. Tentu saja tidak ada CCTV di toilet jadi dengan tidak sabaran Kyu-Hyun menunggu hingga keduanya keluar.

Perhatian Kyu-Hyun kembali tertuju pada monitor saat kedua gadis itu keluar dari toilet. Mereka bersikap seperti biasa hanya saja wajah Sae-Jin yang terlihat kesal.


Soo-Jin berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, bersedekap di depan dada sembari berpikir keras. Cho Hae-Jun akan kembali ke New York besok, jika Hae-Jun tahu semua bukti itu masih ada maka dia bisa saja lari detik ini juga. Dia harus melakukan sesuatu untuk mencegah Hae-Jun kembali ke New York. Tidak, lebih tepatnya dia harus mencegah Hae-Jun untuk pergi keluar negeri. Pria itu bisa saja melarikan diri bukan hanya ke New York tapi negara lain juga.

Terpikir satu nama yang bisa membantunya dalam hal ini. Tapi dia tidak memiliki kontak untuk menghubungi orang tersebut. Kyu-Hyun, dia bisa mendapatkannya dari Kyu-Hyun tapi alasan apa yang akan dia gunakan?.

Yayasan! Dia bisa menggunakan yayasan sebagai alasannya. Soo-Jin melihat jam diponselnya, jam makan siang saja belum berlalu apa Kyu-Hyun akan pulang cepat? Atau dia hubungi saja Kyu-Hyun? Soo-Jin menghela nafasnya. Dia menatap keluar, ke langit yang bersinar cerah. Tidak ada tanda-tanda akan turun hujun karena langit begitu bersih dan cerah. Mungkin bagi semua orang langit terlihat sama tapi jauh dilubuk hatinya merindukan langit Paris. Meski dengan sejuta tekanan pekerjaan dia tetap saja merindukan kota tua itu.


Kyu-Hyun berakhir di sofa panjang dengan menghempaskan tubuhnya lelah. Bukan sofa dirumahnya atau diruang kerjanya apalagi dikamarnya, dia berakhir di sofa panjang dikantornya. Tidak ada niatan untuk pulang, kepalanya ini terlalu pusing hanya dengan memikirkan semua keanehan ini.

Semuapun tahu penulis terbaik didunia ini ialah Dia, yang menulis setiap takdir manusia dengan sempurna. Tapi dia kecewa karena Tuhan tidak mendengarkan harapannya agar takdir berjalan seperti ini saja. Kyu-Hyun memejamkan matanya berharap bisa tidur barang sesaat. Semalam dia hanya tidur beberapa jam saja dan berharap saat ini bisa mendapatkan waktu tidurnya kembali agar otaknya ini bisa berpikir dengan jernih.

Waktu terus beputar dan langit cerah kian beruah menjadi jingga. Sore adalah waktu dimana meninggalkan pekerjaan dan pulang ke rumah.

Kyu-Hyun masih terlelap dalam tidurnya saat getar ponsel disakunya mengejutkannya. Dia melihat nama dilayar ponselnya, ada tanda hati diakhir nama itu.

“Dimana?” Suara gadis itu langsung terdengar setelah dia menjawab panggilannya.

“Aku masih dikantor”

“Jam berapa kau akan pulang?”

“Aku mungkin akan lembur”

Kyu-Hyun tidak tahu dan tidak akan pernah tahu jika wajah diseberang sana terlihat kecewa. Lembur berarti dia akan pulang larut malam atau mungkin tidak akan pulang.

“Aku ingin meminta bantuanmu”

“Bantuan?”

“Kau pasti memiliki nomor ponsel Park Jung-Soo~Ssi bisa dikirimkan nomornya?”

“Untuk apa?”

“Ini soal yayasan, ada yang ingin aku tanyakan padanya mengenai hukum”

“Eoh. Akan aku kirimkan”

“Ne…”

Kyu-Hyun bangkit dari tidurnya, mengumpulkan sedikit demi sedikit kesadarannya. Sementara Soo-Jin bersandar pada pagar pembatas dibalkon, membelakangi matahari. Meski tanpa cahaya raut wajah kecewa itu tidak bisa ditutupi. Padahal dia ingin menghabiskan malam ini bersama Kyu-Hyun. Tidak, dia hanya ingin melihat wajah Kyu-Hyun itu saja. Karena besok terlalu sulit hanya untuk sekedar melihat wajah itu.

Pesan masuk menyadarkan Soo-Jin dari lamunannya. Pesan dari Kyu-Hyun berisi nomor Park Jung-Soo. Park Jung-Soo seorang polisi tentu saja dia bisa melakukan hal yang tidak bisa dia lakukan yaitu menahan Hae-Jun agar tidak bisa lari keluar negeri.

Tanpa ingin menundanya lebih lama dia segera menghubungi nomor itu.

“Jung-Soo~Ssi”


Jung-Soo masuk ke sebuah cafe dipinggir jalan. Tempat dimana Soo-Jin ingin bertemu dengannya. Dia sendiri merasa heran kenapa tiba-tiba Han Sae-Jin meminta untuk bertemu, jelas ada sesuatu yang ingin gadis itu katakan dan soal apa itu dia sendiri tidak bisa menebaknya.

Sempat terpikir mungkinkah ini soal kejadian dia tangga darurat, jika benar apa yang membuat gadis itu berubah pikiran? Atau mungkin saja mengenai hal lain, tentang sesuatu yang lebih serius misalnya. Dia sendiri lelah menerka-nerka jadi dia putuskan untuk menunggu sembari memesan sebuah minuman hangat.

Ponselnya bergetar dan dilihatnya Kyu-Hyun menghubunginya.

“Ada apa Kyu?”

“Belum. Aku masih belum mendapatkannya. Secepatnya aku berikan padamu jika sudah kudapatkan”

“Ne…”

“Kyu—” Baru saja Jung-Soo ingin memberitahu jika Sae-Jin mengajaknya bertemu diluar tapi lebih dulu Kyu-Hyun memutuskan sambungannya.

Pesanan minumannya datang bersamaan dengan kedatangan Soo-Jin.

“Maaf membuatmu menunggu” Kata Soo-Jin tidak enak. Cafe ini lebih dekat dengan kantor Jung-Soo dan cukup jauh dari rumahnya.

“Tidak apa-apa. Kau ingin memesan minum?

“Tidak. Aku tidak ingin minum”

Mereka berdiam diri cukup lama hingga Soo-Jin membuka suara lebih dulu. “Sebenarnya aku menghubungimu karena aku membutuhkan bantuanmu”

“Bantuan seperti apa?” Ada sebaris senyum dibibir Jung-Soo meski menyimpan pertanyaan.

“Aku ingin jujur padamu”

“Jujur soal?”

“Soal kejadian ditangga darurat”

Tidak salah lagi. Batin Jung-Soo.

“Aku berbohong saat mengatakan aku kesana karena ingin turun mengambil sesuatu, aku berbohong saat mengatakan aku sendirian ditempat itu, dan aku juga berbohong soal alasan kenapa aku sampai bisa terjatuh”

Jung-Soo memajukan tubuhnya dengan kedua tangan menyatu di depan. “Lalu kenapa baru sekarang kau jujur?”

“Aku membutuhkan waktu untuk mengungkapkannya”

“Apa ada yang mengancammu?”

“Tidak seperti yang kau bayangkan” Sela Soo-Jin cepat. Dia mengeluarkan sebuah rekaman. “Kau bisa menggunakan bukti itu untuk menangkapnya”

Sae-Jin bahkan sudah menyiapkan alat pekekam dihari itu. Apa dia sudah tahu jika hari itu kejadian buruk akan menimpanya?

Jung-Soo mengambil alat perekam itu dan memutar rekamannya. Matanya terbuka lebar kala mengetahui pemilik suara berat yang terekam disana. Jung-Soo menatap Soo-Jin tak percaya.

“Jung-Soo~Ssi bisa aku meminta sesuatu lagi padamu?”


Kyu-Hyun menatap jalan Seoul dibawah sana. Malam lebih baik saat semua gedung tak telihat jelas tergantikan lampu-lampu yang menerangi. Kedua tangannya dia simpan di dalam saku celana. Dia baru saja menghubungi Jung-Soo dan apa yang dia butuhkan belum bisa pria itu dapatkan. Alasannya dia juga tahu tanpa harus Jung-Soo beritahu, ada keterbatasan dimana Jung-Soo tidak bekerja dikantornya yang lama. Dia tidak bisa dengan leluasa mengakses semua barang bukti.

Tangan Kyu-Hyun yang ada di dalam saku menyentuh sesuatu. Dia mengeluarkan tangannya bersamaan dengan benda itu. Sebuah USB berisikan rekaman CCTV bandara. Kyu-Hyun menuju mejanya. Berniat kembali melihat ulang rekaman itu. Siapa tahu mungkin saja dia melewatkan sesuatu.

Dia mulai saat Soo-Jin keluar dari pintu kedatangan, dahi Kyu-Hyun berubah mengerut saat menyadari sesuatu.  Dia menghentikan rekamannya, memperbesar gambar Soo-Jin. Matanya tertuju pada syal biru langit yang sama persis seperti syal yang tadi Sae-Jin berikan padanya.

Baru Kyu-Hyun akan melanjutkan rekamannya ponsel yang dia letakkan diatas meja bergetar. Dia berdecak sembari meraih ponselnya. Nama Cho Hae-Jun muncul dilayar ponselnya. Dengan enggan Kyu-Hyun mengangkat panggilan itu.

“Kau dimana?”

“Kantor”

“Bisa kita bertemu? Aku ingin minum bersamamu” Ajak Hae-Jun langsung.

Kyu-Hyun mengusap wajahnya kasar. “Aku sedang tidak bisa”

“Ayolah. Untuk terakhir kali sebelum aku kembali ke New York”

“Kau akan kembali? Kapan?”

“Besok”

“Ayolah kita minum bersama”

Kyu-Hyun masih menimang ajakan Hae-Jun, sebenarnya dia sedang tidak ingin menemui Hae-Jun tapi ajakannya untuk minum bersama mengubah pikirannya. Dia butuh minum, dia ingin minum malam ini.

“Arraseo. Aku akan menemuimu”

“Kita bertemu di tempat biasa Eoh?”

“Eum..”

***

Mereka duduk berhadapan, saling diam dan membuang pandang kearah yang berbeda dengan gelas sampanye yang belum Kyu-Hyun sentuh sama sekali sedangkan Hae-Jun dia sudah menghabiskan dua gelas.

Tempat biasa yang Hae-Jun maksud tak lain adalah sebuah bar namun tidak seperti bar pada umumnya yang berisik dengan penuh musik bar ini jauh lebih tenang dengan musik yang lebih bersahabat.

“Aku akan kembali besok”

“Eoh”

Tanggapan dingin Kyu-Hyun membuat Hae-Jun bertanya-tanya. “Kau sedang ada masalah?”

Kyu-Hyun menggelang namun dengan nafas berat yang dia buang. Hal apa kira-kira yang membuat Kyu-Hyun terlihat begitu gelisah. Pikir Hae-Jun.

“Minumlah” Hae-Jun memberikan gelas yang belum Kyu-Hyun sentuh sama sekali, sedikit memaksa agar Kyu-Hyun menghabiskan minumannya. Dia bahkan menuangkan sampanye lagi di gelas Kyu-Hyun yang sudah kosong.

“Apa soal pekerjaan?” Kyu-Hyun tak menanggapi, memilih untuk meneguk minumannya. “Apa soal Sae-Jin~Ssi?” Gerakan tangan Kyu-Hyun yang ingin menuangkan sampanye ke gelasnya terhenti sesaat sebelum dia kembali menuangkan minuman itu.

Meski Kyu-Hyun tidak menjawab Hae-Jun sudah mendapatkan jawabannya. Han Sae-Jin, maksudnya Han Soo-Jin sudah mulai membuat Kyu-Hyun gelisah. Hae-Jun tersenyum tipis, tinggal beberapa langkah lagi sebelum gadis itu menghancurkan Kyu-Hyun. Bukannya tidak mungkin Kyu-Hyun menjadi frustasi atas apa yang telah gadis itu lakukan. Soo-Jin sudah menipu Kyu-Hyun mentah-mentah, membuat Kyu-Hyun seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. Cukup membuat hati dan harga dirinya terluka parah.

Dia sangat ingin memberitahu Kyu-Hyun jika Soo-Jin itu gadis yang sangat licik jadi dia tidak perlu merasa bodoh karena semua orang juga telah ditipunya. Namun dia masih harus menunggu sampai semuanya terbongkar barulah dia bisa mengatakan hal itu. Hae-Jun kembali tersenyum, kali ini menyeringai.

“Apapun masalahmu kau harus bisa berpikir dengan bijak eoh?” Hae-Jun kembali mengeringai.

“Kau minum begitu banyak Kyu-ah” Tegur Hae-Jun melihat botol sampanye yang dia pesan tinggal sedikit. Kyu-Hyun mengacungkan tangannya, memesan minuman lagi. “Kau sudah mabuk” Desis Hae-Jun.

Kyu-Hyun minum begitu banyak, bahkan Hae-Jun yang berusaha menghentikannya tidak digubris sedikitpun olehnya. “Ya..ya..ya.. aku tahu kau kuat minum tapi menghabiskan dua botol seperti ini kau bisa pingsan!”

“Hyung…” Kyu-Hyun berpangku tangan menatap Hae-Jun sementara matanya sendiri sudah berkunang-kunang. “Aku ingin bertanya”

“Eoh?”

“Kau, Sae-Jin, apa kalian pernah memiliki hubungan?”

Hae-Jun nampak terkejut mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Kyu-Hyun.

“Bagaimana bisa kau—”

“Jawab saja!” Kyu-Hyun sudah benar-benar mabuk namun berusaha kuat untuk tidak kehilangan kesadaran.

“Kau sudah pernah bertanya pada Sae-Jin?”

“Eoh”

“Apa yang dia katakan?”

“Dia tidak menjawabnya” Gumam Kyu-Hyun dengan suara paraunya. Kyu-Hyun mulai kehilangan kesadarannya.

Hae-Jun mengangguk. “Kyu-ah aku tidak tau kau akan ingat ini atau tidak tapi…. memang benar Sae-Jin dan aku pernah saling mencintai” Tepat saat kalimat terakhir Hae-Jun kepala Kyu-Hyun terkulai lemas diatas meja. “Tapi itu dulu” Lanjut Hae-Jun kemudian. Menatap miris Kyu-Hyun yang sudah tidak sadarkan diri.

“Kau menyedihkan. Kau sungguh menyedihkan Cho Kyu-Hyun” Hae-Jun menyeringai, menyesap sampanyenya yang mendadak rasanya bertambah dua kali lipat lebih enak.

***

Hae-Jun memanggil jasa sopir pengganti untuk mengantar Kyu-Hyun ke rumah. Dia menutup pintu mobil dan menunggu hingga mobil itu menjauh. Raut wajahnya seolah prihatin melihat keadaan terakhir Kyu-Hyun namun semua berubah ketika bibir itu tersenyum dan menyeringai.


Soo-Jin cukup terkejut mendapati Kyu-Hyun pulang dengan keadaan mabuk denga dibawa oleh dua orang penjaga hingga masuk ke dalam kamar. Dia menatap miris pria yang sudah tidak sadarkan diri itu.

Soo-Jin duduk disisi ranjang. Tuhan kembali menunjukkan kemurahan hatinya dengan membawa Kyu-Hyun pulang meski dalam keadaan mabuk. Baginya selama dia bisa melihat wajah itu tidak masalah.

“Aku pikir kau tidak akan pulang”

“Tapi syukurlah kau pulang”

Soo-Jin diam membisu membuat suasana menjadi hening. Dalam keheningan hanya  dentingan jam yang terdengar. “Aku selalu kesulitan mengatakan apa yang ingin aku katakan saat kau terbangun. Tapi sekarang aku memiliki kesempatan itu” Dia menunduk, menatap ubin yang sama sekali tidak menarik.

Keberaniannya untuk menghadapi Kyu-Hyun tidak sebesar keberaniannya menghadapi Hae-Jun. Ada rasa bersalah yang begitu besar karena telah menipu Kyu-Hyun mentah-mentah yang membuatnya nyalinya ini lebih dulu menciut sebelum mengatakannya.

“Ada yang selalu ingin aku katakan padamu. Sesuatu yang begitu sulit. Meski kebenarannya di depan mata tetap saja terasa sulit bagiku” Soo-Jin mengangkat wajahnya.

“Han Sae-Jin… Han Sae-Jin… dan Han Sae-Jin…” Dia lelah mendengar semua orang memanggilnya dengan nama Sae-Jin. Dia merindukan namanya sendiri, merindukan ibunya memanggil namanya, merindukan ayahnya menyebutnya sebagai Soo-Jin putriku.

“Aku bukan dia. Bukan gadis yang kau cintai…”

“Maaf telah menipumu dan membuatmu menikahiku…”

“Cho Kyu-Hyun aku benar-benar minta maaf. Bisakah kau memaafkanku nantinya?” Soo-Jin menoleh kebelakang, melihat Kyu-Hyun yang tidur dengan pulas tanpa merasa terusik.

Soo-Jin menggeleng. “Sebaiknya jangan memberiku maaf. Aku sudah banyak membohongimu. Saat nanti kau tahu semuanya katakanlah dengan lantang kalau kau membenciku. Kau sangat membenciku hingga rasanya tidak sanggup melihat wajahku lagi.”

“Itu akan jauh lebih mudah bagiku…”

Soo-Jin bangkit dari duduknya. “Tidurlah dengan nyeyak. Agar besok kau memiliki tenang untuk memakiku.” Soo-Jin melepaskan sepatu Kyu-Hyun, menarik selimut untuk menyelimuti tubuh Kyu-Hyun.

Soo-Jin tidak beranjak melainkan berdiam diri ditempatnya, hanya ingin memandangi wajah itu lebih lama lagi. Soo-Jin mengambil jas Kyu-Hyun yang jatuh dilantai. Memeriksa sakunya untuk mengambil ponsel Kyu-Hyun. Niatnya untuk meletakkan ponsel itu di nakas namun sebuah pesan baru saja masuk.

“Kyu-ah aku sudah mendapatkannya. Aku sudah mengirimnya ke emailmu”

Soo-Jin mengabaikan pesan dari Jung-Soo dan menaruh ponsel Kyu-Hyun dinakas. Dia kembali memeriksa saku Kyu-Hyun dan menemukan sesuatu di dalam sana. Sebuah USB.

***

Soo-Jin masuk ke dalam ruang kerja Kyu-Hyun membawa serta USB ditangannya. Mungkin dia salah karena memeriksa sesuatu yang bukan miliknya. Tapi rasa penasaran dihatinya mengatakan jika Cho Kyu-Hyun tengah mencari tahu tentang sesuatu. Dan itu pastilah berhubungan dengannya. Saat layar komputer  menyala email yang Park Jung-Soo kirimkan masuk.

Pria itu mengirimkan pesan video. Soo-Jin membuka video yang Park Jung-Soo kirimkan. Di dalam rekaman itu hanya terlihat jalanan karena kamera yang dipasang menghadap ke jalan.

Soo-Jin menghela nafasnya. Tersenyum kecut. Dia menutup video itu dan beralih pada USB.

Hal yang sama dia temukan di dalam USB. Terdapat beberapa potong video, saat dia membuka salah satu video dia tidak terkejut dengan apa yang dia temukan.

“Semua akan jauh lebih mudah…”

“Akan jauh lebih mudah…”


Pagi-pagi sekali Soo-Jin keluar dari rumah dengan menggunakan sebuah taksi. alasannya karena dia tidak ingin ada orang yang tahu kemana dia pergi. Lebih menguntungkan sebenarnua jika dia membawa mobil sendiri tapi apa daya kenangan buruk kecelakaan itu menambah daftar traumanya. Mengendarai mobil akan menjadi ketakutan sendiri untuknya.

Sementara Kyu-Hyun masih tidur dan mungkin akan bangun lebih siang dari biasanya.

Soo-Jin melirik jam ponselnya kemudian berpaling ke rumah di depan sana, salah satu rumah megah dikawasan Gangnam. Dia meminta sopir taksi untuk menunggunya sementara dia akan masuk ke rumah tersebut.

Soo-Jin turun dari taksi, melihat rumah besar yang baru sekali dia datangi. Rumah keluarga Kyu-Hyun. Pria itu, Cho Hae-Jun mengambil penerbangan pertama untuk ke New York jadi sebelum pria itu pergi ada baiknya dia menyapa lebih dulu.

Soo-Jin masuk ke dalam rumah, seorang pelayan menyambutnya dan dia cukup mengatakan bahwa dia ingin menemui Hae-Jun dan tidak perlu memberitahu kedatangannya pada ayah dan ibu mertuanya dengan segera pelayan itu pergi melanjutkan pekerjaannya.

Mendekat pada tangga Soo-Jin mengeluarkan ponselnya. Mengirimkan pesan video untuk seseorang di dalam sana.

Di dalam kamarnya, Hae-Jun tengah bersantai dengan bukunya. Menikmati pagi terakhirnya di Seoul. Dia tersenyum diam-diam membayangkan wajah frustasi Soo-Jin saat tahu semua bukti sudah dia lenyapkan. Seandainya dia bisa melihat wajah itu langsung pasti akan jauh lebih menyenangkan. Bagaimana frustasinya gadis itu antara harus memilih untuk tetap menjadi Sae-Jin atau mengakhiri kebohongannya. Dan Soo-Jin tidak akan terhindar dari kemarahan Kyu-Hyun. Dan dia menjadi satu-satunya orang yang tertawa pada saat itu.

Dering pesan masuk mengambil perhatiannya. Hae-Jun meraih ponsel yang dia letakkan di atas meja. Raut wajahnya berubah saat mendapati sebuah pesan dari Soo-Jin, dia  membenarkan letak duduknya. Ada sebuah pesan video yang gadis itu kirimkan, tegukan salivanya terlihat dengan jelas saat tangannya memutar video itu.

Deg!!!

Rasanya seperti tertimba reruntuhan dari sebuah bangunan bertingkat. Ketakutannya kembali. Video itu video yang menampilkan Sae-Jin, video yang sama yang Soo-Jin perlihatkan, dan video yang sudah dia bakar habis di halaman belakang.

“Bagaimana mungkin?”

“Bagaimana bisa video ini masih ada?” Hae-Jun meremas rambutnya cemas.

“Han Soo-Jin masih memiliki video itu? Tapi bagaimana bisa?” Dia yakin betul Soo-Jin tidak memiliki video itu lagi, dia sudah mengambil semua buktinya dan menghapus salinannya.

Bip!

Kembali sebuah pesan masuk. Kali ini pesan suara.

“Aku dijebak! Cho Hae-Jun menjebakku. Aku memang membantunya menggelapkan dana perusahaan—”

Tanpa ingin mendengar lebih lama lagi dia memutuskan pesan suara itu. Rekaman suara tuan Park. “Bagaimana bisa?” Desisnya. Kali ini tegukan salivanya terasa sakit, bagai mata pisau yang mengiris.

“Han Soo-Jin, apa ini rencananya?” Rahang Hae-Jun mengeras bahkan tulang rahangnya semakin terlihat menonjol kala ia menahan kemarahannya. Hae-Jun menyambar kunci mobilnya yang ada dipikirannya hanya secepatnya menemui Soo-Jin.

Sementara Soo-Jin dengan bersedekap dada berdiri di depan pintu kamar Hae-Jun, memasang wajah dinginnya dan mata setajam cakar elangnya. Dia hanya perlu menghitung mundur untuk bisa melihat wajah panik seorang Cho Hae-Jun. Soo-Jin mulai menghitung.

“Lima….”

“Empat….”

“Tiga….”

“Dua….”

“Sa—”

Belum habis hitungannya pintu kamar itu sudah terbuka lebar dengan Hae-Jun yang melangkah terburu-buru dan hampir menabraknya. Seperti mendapat hadiah kejutan kedua Hae-Jun mematung melihat Soo-Jin berdiri dihadapannya. Dengan wajah dingin dan mata tajamnya, Han Soo-Jin terlihat begitu berbahaya.

“Biar ku tebak. Kau terburu-buru pasti ingin menemuiku iyakan?” Hae-Jun mengumpat dalam hati. Kurang ajar sekali! Satu-satunya wanita yang membuatnya merasa terancam seperti ini hanyalah Han Soo-Jin.

“Cho Hae-Jun kau pasti berpikir kau sudah menang iyakan? Tapi bukankah sudah aku katakan jika aku memiliki begitu banyak salinannya” Soo-Jin menarik sudut bibirnya tipis, senyum tipis yang tidak sampai mata dan dimata Hae-Jun senyum itu begitu mengerikan.

“Ck..ck..ck.. kau bisa berpikir jika dirimu itu pintar tapi kau tidak seharusnya lupa jika aku bisa saja lebih pintar” Soo-Jin tersenyum mengejek. “Hanya orang bodoh yang akan berpikir jika sebuah bukti penting disimpan ditempat yang begitu mudah ditemukan. Sungguh kau berpikir aku akan menyimpan bukti sepenting itu dibrangkas di dalam lemariku? Kau tidak berpikir jika mungkin saja itu salah satu permainanku”

Hae-Jun mengepalkan tangannya kuat-kuat, rahangnya mengeras, giginya saling menggertak.

Soo-Jin mengeluarkan isi tasnya yang berisi lembaran dokumen yang sama dengan yang Hae-Jun bakar. Dia melempar kertas-kertas itu tepat ke wajah Hae-Jun. Soo-Jin terlihat puas setelah melakukannya, melihat wajah Cho Hae-Jun yang merah padam antara harga diri yang sedang diinjak dan atau karena sedang  dipermainkan.

“Aku-punya-banyak! Asal kau tahu, aku memiliki begitu banyak buktinya! Dan  bukti yang sudah kau lenyapkan itu hanya satu dari sekian banyak yang aku punya”

Mata Hae-Jun menyalak tajam, memerah menahan kemarahan yang sudah sampai ke ubun-ubun. Dia bukan hanya merasa bodoh tapi harga dirinya dijatuhkan dan diinjak-injak. Dia dipermalukan dan dicurangi oleh seorang wanita.

“Kenapa? Kau marah? Kau ingin menempatkanku diujung anak tangga lagi?” Soo-Jin sama sekali tidak takut dengan kemungkinan buruk yang akan terjadi. Penjaga dan pelayan dirumah ini, semuanya melihatnya dan jika sampai terjadi sesuatu padanya bukankah itu akan menimbulkan tanda tanya besar? Dan Cho Hae-Jun tidak akan melakukan tindakkan bodoh untuk kedua kalinya.

“Masih ada satu lagi yang harus kau dengar”

Soo-Jin mengeluarkan ponselnya, memutar sebuah audio yang sudah dia persiapkan.

“Bagaimana jika aku memaksamu dari ketinggian?”

“Arghh”

“Cho Hae-Jun”

“Jadi kau mau menerima tawaranku?”

“Tidak!”

“Kau ini sangat keras kepala!”

“Terima saja tawaranku ini”

“Terima atau tidak?”

“Tidak akan pernah!”

Dan selanjutanya yang terdengar adalah suara hantaman keras seseorang yang terguling dari tangga besi.

Hae-Jun tersentak mendengar rekaman itu. Kejadian ditangga saat itu, gadis itu merekamnya! Sial! Rahangnya semakin mengeras, kemarahannya bertambah dua kali lipat.

Sudah Soo-Jin katakan bahwa dia tidak akan melepaskan Hae-Jun, pria itu juga harus membayar mahal karena sudah membuatnya masuk ke rumah sakit untuk kedua kalinya.

“Bagaimana rasanya dipermainkan?” Soo-Jin bertanya dengan nada yang sinis. “Sae-Jin, Sa-Rang, Kyu-Hyun, ayahmu, ibumu mereka semua kau permainkan. Jadi bagaimana rasanya dipermainkan huh?”

Hae-Jun diam seribu bahasa, tangannya yang terkepal terlihat memerah, mungkin tangannya itu sudah mulai terasa kebas.

“Kau yang memulai permainan ini, kau bisa membuat Sae-Jin diam tapi tidak denganku. Dan sekarang  aku yang akan menghentikan permainan ini”

“Aku akan mengungkapkan kebenaranmu Han Soo-Jin!”

“Ungkapkan saja! Itu yang aku inginkan!”

“Aku akan melepas topengku dan aku juga yang akan melepas topengmu. Cho Hae-Jun kau sudah berakhir!”

“SUDAH BERAKHIR!” Tekan Soo-Jin untuk terkahir kalinya. Sebelum pergi dia menatap tajam Hae-Jun. Pria yang membuat Sae-Jin menderita, pria yang hanya memanfaatkan hati wanita, pria licik yang berusaha menghancurkan keluarganya sendiri. Dan karena pria itu juga Sae-Jin harus pergi dengan begitu menderita dan jangan lupakan  Cho Hae-Jun juga membuatnya menderita.

Sebelum pergi, Soo-Jin ingin memberitahu satu hal yang harus Hae-Jun tahu. “Aku lupa memberitahumu, terlambat untukmu melarikan diri” Soo-Jin meninggalkan Hae-Jun yang masih mematung ditempatnya. Pikirannya kosong, tidak tahu harus berbuat apa lagi karena Han Soo-Jin tidak bisa dihentikan. Semua bukti akan segera jatuh ke tangan Kyu-Hyun.

Hae-Jun memukul tembok luar kamarnya kuat-kuat, seperti orang yang tengah memekul samsak. melampiaskan kekesalahannya pada benda mati itu. Darah menetes dari tangannya, jatuh pada lembaran kertas yang berserakan dibawahnya. Dengan cepat dia berganti memunguti kertas-kertas itu seperti orang bodoh, takut-takut jika kertas itu dilihat oleh ayah atau ibunya.

Soo-Jin turun dengan langkah gontainya. Apapun yang akan Hae-Jun lakukan semua bukti kejahatannya akan sampai ke tangan Kyu-Hyun. Cho Hae-Jun tidak akan bisa lagi menghentikannya.

Soo-Jin menarik nafas lega yang terdengar berat. Seiring dengan langkahnya yang terasa berat keluar dari rumah keluarga Cho.

Kau berhasil memenuhi ambisimu Cho Hae-Jun. Kau ingin Kyu-Hyun dan orang tuamu hancur bukan? Itu akan segera terjadi saat mereka tahu siapa dirimu sebenarnya. Tapi disaat yang sama kau juga hancur begitupun denganku. Berakhirnya kebohongan ini berarti berakhir juga hidupku sebagai Sae-Jin. Dan kenyataan pahit harus dikecap semua orang tidak terkecuali mereka, orang tuaku.

Soo-Jin meneteskan air mata mengingat orang tuanya. Dia masih harus mencari alasan terbaik untuk diberikan pada orangtuanya. Kehilangan Sae-Jin sudah sangat berat untuk mereka. Sampai kapanpun dia tidak akan bisa mengatakan jika, Han Sae-Jin putri kalian itu tidak baik yang kalian pikir, dia membuat banyak kesalahan.

Sudah cukup mereka kehilangan Sae-Jin, kenyataan jika Sae-Jin yang pergi dari sisi mereka saja terlalu berat rasanya dan dia tidak mau orangtuanya terluka karena kesalahan Sae-Jin juga. Cukup mereka ingat jika Sae-Jin  putri yang baik. Sae-Jin akan selalu menjadi putri yang mereka banggakan.

Soo-Jin menghapus sisa-sisa air mata selagi melangkah keluar dari rumah itu. Han Soo-Jin tidak suka menangis. Dia bukan gadis lemah yang mudah menangis.

 

 

TBC

163 pemikiran pada “Mask {Part 12}

  1. Dan akhirnya soo jin udah mengungkap semuanya, ga sanggup membayangkan gimana reaksi kyuhyun pas tau semuanya, ga sanggup liat soo jin terluka karna mebebis rasa bersalah sae jin ..
    Huuuaaaaa, pasti bakalan berat bgt setelah ini

  2. Banyak yg terluka disini dari mulai saejin kyuhyun bahkan soojin sendiri kena imbasnya gara2 ke egoisan haejun yg ingin jadi pewaris utama
    Lanjut baca

Tinggalkan komentar